SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA PERAIRAN
KEANEKARAGAMAN HAYATI
SUMBERDAYA PERAIRAN
1. Deskripsi Keanekaragaman Hayati Perairan
Keanekaragaman hayati perairan adalah seluruh
keanekaan bentuk kehidupan di pesisir dan laut, beserta interaksi di antara
bentuk kehidupan tersebut dan antara bentuk kehidupan tersebut dengan
lingkungannya. Keanekaragaman hayati perairan merujuk pada keberagaman
bentuk-bentuk kehidupan di pesisir dan laut: tanaman yang berbeda-beda, hewan
dan mikroorganisme, gen-gen yang terkandung di dalamnya, dan ekosistem yang
mereka bentuk. Kekayaan hidup ini adalah hasil dari sejarah ratusan juta
tahun berevolusi yang jika hilang akan susah untuk pulih bahkan bisa hilang
untuk selamanya. Manfaat keanekaragaman hayati mencangkup antara lain: jasa
lingkungan, nilai ekonomi dan kegunaan yang diberikan oleh keanekaragaman
hayati pesisir dan laut telah menopang lebih dari 60 persen penduduk Indonesia
yang bermukim di wilayah pesisir baik secara langsung maupun tidak langsung.
Indonesia memiliki
tingkat keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, baik keanekaragaman
genetik, spesies, dan ekosistem. Sebagai contoh, Indonesia memiliki lebih dari
37% dari seluruh spesies ikan yang telah teridentifikasi di dunia. Tingginya
keanekaragaman hayati pesisir dan laut yang
bersifat renewable tersebut mestinya merupakan aset penting dalam
menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Ekosistem perairan
laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu perairan laut pesisir, yang meliputi
daerah paparan benua, dan laut lepas atau laut oseanik Keanekaragaman hayati
pesisir dan laut telah menjadi sumber penghidupan dan pekerjaan bagi jutaan
penduduk Indonesia. Banyak studi yang telah dilakukan yang mengkonfirmasi hal
ini.
2. Kegunaan Keanekaragaman Hayati Perairan
Keanekaragaman Hayati Indonesia merupakan anugrah terbesar dati Tuhan
Yang Maha Kuasa. hasil
kajian yang memperkirakan manfaat keanekaragaman dan ekosistem pesisir dan laut
adalah sebagai berikut:
a) Nilai
kegunaan dan non kegunaan hutan mangrove di Indonesia US$ 2,3 miliar per tahun
(GEF/UNDP/IMO 1999)
b) Nilai
ekonomi terumbu karang Indonesia diperkirakan sekitar US$ 567 juta
(GEF/UNDP/IMO 1999)
c) Nilai padang lamun
sebesar US$ 3.858,91/ha/tahun (Bapedal dan PKSPL-IPB 1999)
d) Nilai
ekologi dan ekonomi sumberdaya rumput laut di Indonesia sekitar US$ 16 juta
(GEF/UNDP/IMO 1999)
e) Nilai
manfaat ekonomi potensi sumberdaya ikan laut di Indonesia sebesar US$ 15,1
miliar.
Keanekaragaman
hayati perairan memiliki beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut.
- Nilai Ekonomi Keanekaragaman Hayati
Nilai
ekonomi keanekaragaman hayati perairan merupakan nilai kemanfaatan dari berbagai
sumber hayati yang dapat menghasilkan keuntungan bagi penggunaanya, yaitu dapat
di perjual belikan. Keanekaragaman hayati yang memiliki nilai ekonomi antara
lain sebagai bahan pangan, obat-obatan, kosmetik, sandang, papan, dan memiliki
aspek budaya.
2. Nilai Pendidikan
Keanekaragaman
hayati dapat menambah pemahaman dan pengetahuan manusia. Pemanfaatan hewan dan
tumbuhan yang berada di perairan digunakan untuk bahan percobaan untuk
kedokteran dan eksperimen eksperimen tertentu.
3 Ancaman dan Faktor
Penyebab Kerusakan Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Faktor
penyebab kerusakan ataupun kehilangan kanekaragaman hayati di Indonesia dapat
disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini :
- Hilangnya Habitat
Daftar
merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) menunjukkan bahwa
hilangnya habitat yang diakibatkan manajemen pertanian dan hutan yang tidak
berkelanjutan menjadi penyebab terbesar hilangnya kenaekaragaman hayati.
Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan semakin bertambah pula kebutuhan yang
harus dipenuhi. Lahan yang tersedia untuk kehidupan tumbuhan dan hewan semakin
sempit karena digunakan untuk tempat tinggal penduduk, dibabat untuk digunakan
sebai lahan pertanian atau dijadikan lahan industri.
- Pencemaran Tanah, Udara, dan Air
Zat
pencemar (polutan) adalah produk buangan yang dihasilkan dari aktivitas
manusia. Polutan tersebut dapat mencemari air, tanah, dan udara. Beberapa
polutan berbahaya bagi organisme misalnya, nitrogen dan sulfur oksida yang
dihasilkan dari kendaraan bermotor jika bereaksi dengan air akan membentuk
hujan asam yang merusak ekosistem. Pembuangan chlorofluorocarbon (CFC) yang
berlebihan menyebabkan lapisan ozon di atmosfer berlubang. Akibatnya intensitas
sinar ultraviolet yang masuk ke bumi meningkat dan menyebabkan banyak masalah,
antara lain berkurangnya biomassa fitoplankton di lautan yang menyebabkan
terganggunya keseimbangan rantai makanan organisme.
- Perubahan Iklim
Salah
satu penyebab perubahan iklim adalah pencemaran udara oleh gas karbon dioksida
(CO2) yang menimbulkan efek rumah kaca. Menurut Raven (1995), “ efek
rumah kaca meningkatkan suhu udara 1-30C dalam kurn waktu 100
tahun.” Kenaikan suhu tersebut menyebabkan pencairan es di kutub dan kenaikan
permukaan air laut sekitar 1-2 m yang berakibat terjadinya perubahan struktur
dan fungsi ekosistem lautan.
- Eksploitasi Tanaman dan Hewan
Eksploitasi
Hewan dan tumbuhan secara besar-besaran biasanya dilakukan terhadap komoditas
yang memiliki nilai ekonomi tinggi, misalnya kayu hutan yang digunakan untuk
bahan bangunan dan ikan tuna sirip kuning yang harganya mahal dan banyak
diminati oleh pencinta makanan laut. Eksploitasi yang berlebihan dapat
menyebabkan kepunahan spesies-spesies tertentu, apalagi bila tidak diimbangi
dengan usaha pengembangbiakannya.
- Masuknya Spesies Pendatang
Masuknya
spesies dari luar ke suatu daerah seringkali mendesak spesies lokal yang
sebenarnya merupakan spesies penting dan langka di daerah tersebut. Beberapa
spesies asing tersebut dapat menjadi spesies invasif yang menguasai ekosistem.
Contohnya ikan pelangi (Melanotaenia ayamaruensis) merupakan spesies endemik
Danau Ayamaru, Papua Barat. Ikan pelangi terancam punah karena dimangssa oleh
ikan mas (Cyprinus carpio) yang dibawa dari jepang dan menjadi spesies invasif
di danau tersebut.
- Industrilisasi Pertanian dan Hutan
Para
petani cenderung menanam tumbuhan dan memelihara hewan yang bersifat unggul dan
menguntungkan, sedangkan tumbuhan dan hewan yang kurang unggul dan kurang
menguntungkan akan disingkirkan. Selain itu, suatu lahan pertanian atau hutan
industri umumnya hanya ditanami satu jeis tanaman (monokultur) misalnya teh,
karet, dan kopi. Hal ini dapat menurunkan keanekaragaman hayati tingkat
spesies.
KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN
1
Pengertian Konservasi
Konservasi
berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan
servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang
kita punya (keep/save what you have). Sedangkan menurut Rijksen (1981),
konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya
konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang
dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti
mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi
ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa
yang akan datang.
Apabila
meruju pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan,
sebagai berikut :
1. Konservasi
adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam
jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
2. Konservasi
adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara
sosial (Randall, 1982).
3. Konservasi
merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk
manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat
termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi,
preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4. Konservasi
adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau
memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi
yang akan datang (WCS, 1980).
Dalam UU 5/1990 tentang
Konservasi Sumbr Daya Alam dan Ekosistemnya, telah ditetapkan adanya
pengelolaan kawasan koservasi laut, yaitu suatu wilayah perairan lait, termasuk
pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup tumbuhan dan hewan didalamnya,
serta termasuk bukti peningglan sejarah dan sosial-budaya di bawahnya, yang
dilindungi secara hukum atu cara lain yang efektif, baik dengan melindungi
seluruh atau sebagian wilayah tersebut.
Kawasan konservasi dalam arti
yang luas, yaitu kawasan dimana konservasi sumber daya alam hayati dilakukan.
Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang ada, tidak memuat definisi
mengenai kawasan konservasi secara jelas. Adapun pengertian kawasan konservasi
yang ditemukan dan digunakan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam (PHKA),
Departemen Kehutanan adalah “kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung”. Sementara itu
istilah-istilah yang lebih dikenal adalah “kawasan lindung“.
Kawasan konservasi merupakan salah
satu cara yang ditempuh pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi
ditujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan fungsi-fungsi
keanekaragaman hayati tersebut sangatlah penting. Sampai saat ini, sejumlah
kawasan konservasi telah
ditetapkan yang jumlahnya mencapai 28,166,580.30 ha (mencakup 237 Cagar Alam, 77 Suaka Marga Satwa, 50 Taman Nasional, 119 Taman Wisata Alam, 21 Taman Hutan Raya, 15 Taman Buru) di seluruh Indonesia.
Program-program
strategis untuk mendorong pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan,
efektif dan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat terus dilakukan melalui
berbagai upaya pokok pengelolaan kawasan konservasi, antara lain: perlindungan
habitat dan populasi biota perairan, rehabilitasi habitat dan populasi biota
perairan, penelitian dan pengembangan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan jasa
lingkungan, pengembangan sosial ekonomi masyarakat, pengawasan dan
pengendalian, monitoring dan evaluasi, serta pengembangan kerjasama
dan/jejaring konservasi. Program inisiasi dalam rangka percepatan pengelolaan
kawasan konservasi perairan untuk mendukung perikanan berkelanjutan dalam hal
fasilitasi penguatan rencana pengelolaan, kelembagaan, pembangunan
infrastruktur kawasan maupun pengembangan sistem pengelolaan kawasan yang
terpadu juga terus dilakukan baik berupa pilot project/program percontohan
maupun melalui dukungan tugas pembantuan, dekonsentrasi, dana alokasi khusus,
kemitraan, kerjasama serta komitmen pendanaan yang berkelanjutan dari berbagai
pihak untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi yang efektif. Program-program
percontohan dalam rangka mendorong upaya pemanfaatan kawasan konservasi untuk
perikanan berkelanjutan, pariwisata berbasis konservasi maupun aspek
pemanfaatan lainnya terus ditingkatkan. Pada akhirnya ketika semangat
mengelola kawasan konservasi terus tumbuh dan semakin efektif, maka buah
efektivitas pengelolaan selanjutnya mampu dinilai dan dapat dianugerahi
penghargaan. Anugerah Kawasan Konservasi Perairan (E-KKP3K Awards) secara
tersendiri ataupun menjadi satu kesatuan dengan program lainnya merupakan
pemberian penghargaan sebagai apresiasi untuk mendorong pengelolaan kawasan
konservasi perairan yang efektif.
Penatakelolaan
kawasan konservasi perairan yang efektif dapat tercapai melalui perencanaan
pengelolaan dan manajemen zonasi yang baik, tersedianya sumberdaya manusia dan
lembaga pengelola yang kompeten, tersedianya infrastruktur dan sarana pendukung
yang baik, maupun upaya-upaya pengelolaan kawasan yang dilakukan secara
sinergis dan terpadu. Semoga Perwujudan Pengelolaan Kolaboratif Kawasan
Konservasi Perairan yang Efektif untuk Mendukung Perikanan Berkelanjutan bagi
Kesejahteraan Masyarakat bukan hanya ucapan semata namun segera dapat tercapai.
a.
Konservasi menopang Pilar Keberlanjutan (Sustainability).
Berbagai manfaat kawasan konservasi untuk
keberlanjutan ekosistem penting untuk mendukung produksi perikanan tangkap
berkelanjutan telah nyata dan banyak bukti ilmiah sebagaimana dikemukakan
sebelumnya. Pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan diharapkan
mampu mewujudkan keseimbangan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
beserta perairannya untuk tujuan konservasi dan kebutuhan ekonomi masyarakat
pesisir. Pemanfaatan geografis secara optimal bagi perikanan tangkap dan
perikanan budidaya yang diharapkan antara lain:
(1) Pengelolaan 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
dapat dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan prinsip-prinsip
konservasi bagi usaha perikanan (tangkap dan budidaya), sehingga tidak ada lagi
WPP yang overfishing maupun WPP
yang underfishing;
(2) Wilayah bioekoregion dilakukan secara optimal dan
seimbang pemanfaatannya, dikembangkan sebagai kawasan konservasi untuk menjamin
ketangguhan kawasan konservasi yang ada di Indonesia;
(3) Optimalisasi pemanfaatan wilayah geografi kawasan
konservasi perairan untuk kegiatan budidaya perikanan dan penangkapan ikan
ramah lingkungan; Peningkatan fungsi geografi wilayah pemanfaatan umum sesuai
penataan ruang/zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, untuk kegiatan
perikanan budidaya dan penangkapan ikan sesuai kapasitas dan potensinya serta
peningkatan ekonomi masyarakat secara merata
Pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan dan optimalisasinya
untuk kawasan konservasi perairan diharapkan dapat memanfaatkan Sumberdaya baik
yang berasal dari perairan laut, perairan umum dan berdampak dalam menopang
ekonomi masyarakat pesisir serta menunjang pembangunan nasional. Kondisi
pemanfaatan sumberdaya laut untuk perikanan yang diharapkan adalah:
(1) Wilayah perairan laut seluas 5,8 juta Km2 meliputi perairan teritorial dan ZEEI
dimanfaatkan secara optimal sampai pada tingkat produksi yang sesuai dengan
tingkat JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) secara merata di sebelas WPP
menggunakan prinsip-prinsip konservasi untuk perikanan berkelanjutan;
(2) Pemanfaatan kawasan konservasi untuk kegiatan yang secara tidak
langsung menggunakan sumber kekayaan alam, yaitu melalui pemanfaatan wisata
bahari untruk meningkatkan nilai sumberdaya dan jasa lingkungan;
(3) Pemanfaatan ekosistem mangrove dan terumbu karang di kawasan
konservasi yang terjaga dengan baik, berpeluang untuk perdagangan karbon dan
mengatasi dampak perubahan iklim.
(4) Mengoptimalkan keseimbangan pemanfaatan sumber kekayaan alam
untuk kegiatan penangkapan ikan secara tradisional dan budidaya laut bernilai
ekonomis tinggi di kawasan konservasi untuk kesejahteraan masyarakat pesisir;
(5) Peningkatan identifikasi dan eksplorasi potensi kelautan,
terutama di laut dalam guna mencari sumber energi maupun sumberdaya ikan
potensial, serta melakukan konservasi biota laut migrasi;
(6) Menata keseimbangan pemanfaatan sumber kekayaan laut di sepanjang
nusantara baik di dalam kawasan konservasi maupun eksploitasi sumber kekayaan
alam di luar kawasan konservasi dengan prinsip kelestarian sumberdaya
b.
Konservasi menopang Pilar Kedaulatan (Sovereignty).
Peningkatan upaya pengelolaan efektif kawasan
konservasi juga dibarengi dengan identifikasi dan inventarisasi potensi calon
kawasan konservasi, diutamakan pada wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil
terluar yang rawan disintegrasi. Pengembangan kawasan konservasi ini untuk
menjawab target 20 Juta hektar Kawasan konservasi pada tahun 2020 (akan dicapai
pada 2019 berdasarkan Draft Renstra KKP 2015-2019). Optimalisasi pengembangan
kawasan konservasi di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar
diharapkan mampu memperkuat integrasi yang mengokohkan wawasan nusantara,
mengeliminasi terjadinya pelanggaran hukum, illegal fishing maupun
eksploitasi sumberdaya yang berlebih yang mengancam degradasi sumberdaya
lingkungan. Pengelolaan efektif kawasan konservasi dilakukan terhadap tiga
aspek yang menjadi indikator utama dalam pengelolaan kawasan konservasi, yakni
perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan. Penguatan
status hukum kawasan di tingkat internasional dengan cara mendaftarkan pada
Peta Pelayaran Internasional, mampu mencegah pelanggaran penangkapan ikan yang
tidak sesuai dengan zonasinya dan secara konsisten dapat mengatasi segala
ancaman, hambatan, tantangan dan gangguan yang mengancam kedaulatan wilayah
laut Indonesia.
Secara Politis. Optimalisasi pengelolaan kawasan
konservasi dalam pembangunan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil sesuai pandangan wawasan nusantara ditinjau dari perspektif politik baik
luar maupun dalam negeri, diharapkan adanya dukungan politik yang kuat agar
pengelolaan kawasan konservasi dapat dilaksanakan secara efektif sehingga mampu
memperkokoh pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
(1) Optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi dalam
pembangunan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mampu
meningkatkan peran Indonesia secara global dalam upaya mengatasi dampak
perubahan iklim. selain itu, pembangunan yang berwawasan lingkungan yang
dijalankan mampu meningkatkan posisi tawar nilai sumberdaya ikan dalam
percaturan perikanan dunia dan regional semakin menonjol dan Indonesia dapat
menjadi anggota bagian utama dalam penentuan kebijakan perikanan dunia dan
regional yang berwawasan lingkungan;
(2) Konsep pembangunan berkelanjutan melalui
pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan menerapkan prinsip
konservasi merupakan kepentingan dunia internasional, secara politis mempunyai
nilai tawar yang cukup tinggi, yang diharapkan meningkatkan komitmen dunia internasional
untuk memberikan bantuan teknis dan operasional dalam pembangunan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
(3) Peraturan perundang-undangan, kebijakan dan
pedoman teknis yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi serta
kebijakan nasional yang lebih berpihak kepada sektor kelautan dan perikanan
diharapkan mendapat dukungan politik dari supra struktur politik, terutama
untuk mengatasi berbagai kepentingan konservasi perairan yang saat ini masih
terdapat mandat ganda, yakni berdasarkan UU nomor 5 tahun 1990, UU nomor 41
Tahun 1999 dengan UU nomor 31 tahun 2004 dan Undang-undang nomor 27 tahun 2007
serta UU nomor 32 tahun 2004, dalam hal kewenangan pengelolaan kawasan
konservasi. Harmonsisasi berbagai peraturan menuju sinergi yang mendorong
optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi perairan diharapkan dapat
direalisasikan dalam waktu dekat dan semua pemangku kepentingan (stakeholders)
dapat melaksanakan peraturan perundangan tersebut sesuai kewenangannya.
(4) Optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi dalam
pembangunan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diharapkan
mendapat dukungan politik dari supra struktur politik, terutama DPR dalam
penentuan APBN, APBD maupun dukungan kebijakan yang mampu mendorong pendanaan
berkelanjutan untuk pengelolaan kawasan konservasi lebih efektif. Demikian pula
diharapkan komitmen dari kementerian sektor yang berkaitan dengan pembangunan
konservasi di wilayah peisisir dan pulau pulau kecil dalam mendukung suksesnya
pembangunan ekonomi masyarakat pesisir seperti masalah kesyahbandaran,
pariwisata bahari, ekonomi kreatif, pendidikan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi, kebijaksanaan fiskal dan keringanan pajak, subsidi
BBM, masalah perdagangan, ketenaga kerjaan dan penegakan hukum.
(5) Optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi dalam
pembangunan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara politis
menentukan partisipasi politik dan orientasi pilihan warga masyarakat pesisir
terhadap pemimpin di daerah, mapun orientasi masyarakat secara umum dalam
pemilihan pemimpin nasional. Issue konservasi sering menjadi ganjalan dalam
proses pemilihan umum karena pemahaman politik calon pemimpin terhadap
konservasi yang masih sangat minim.
Dalam hal Pertahanan dan Keamanan. Implementasi pengelolaan
kawasan konservasi dilihat dari perspektif Hankam harus dapat memberikan
manfaat bagi pembangunan Hankamneg, terutama partisipasi masyarakat dalam
sistem hankam serta sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan sebagai
komponen pendukung. Kondisi yang diharapkan adalah sebagai berikut:
(1) Sumberdaya manusia pendukung pengelolaan kawasan
konservasi perairan yang telah terlatih dalam pengawasan perikanan berbasis
masyarakat dapat menjadi pendukung kepolisian dan TNI dalam pengelolaan
keamanan di wilayah laut, secara simultan dapat mendukung sistem pertahanan dan
keamanan nasional.
(2) Pos jaga, pusat informasi, kantor pengelola
kawasan konservasi perairan, maupun prasarana pelabuhan perikanan, dirancang
untuk mampu mendukung kepentingan operasi laut bila diperlukan pada masa krisis
atau perang. Oleh karenanya, khususnya dalam pemilihan posisi pelabuhan yang
dapat menampung kapal-kapal besar (PPS), harus sesuai dengan posisi strategis
untuk operasi laut. Untuk mampu menghadapi ancaman musuh maka pelabuhan PPS
dijadikan pangkalan pertahanan yang menghadap samudera
(3) Pusat informasi kawasan konservasi yang tersebar
di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau terluar, dalam
kondisi perang dapat dijadikan pos supply logistik
dari industri-industri perikanan pendukung dan pengolah hasil perikanan.
(4) Kapal-kapal perikanan dengan kapasitas 100
GT ke atas dapat dimanfaatkan sebagai komponen pendukung Armada cadangan untuk
angkut personel maupun persenjataan dan sekaligus berfungsi sebagai deteksi
dini kapal-kapal musuh. Untuk keperluan tersebut diperlukan pelatihan kepada
para Nakhoda kapal.
(5) Masalah illegal fishing yang
berdampak kepada kerugian negara dan terjadinya overfishing,
diharapkan dapat diatasi secara bertahap, melalui garda terdepan kawasan
konservasi di pulau-pulau terluar, diharapkan terwujud ketertiban dan keamanan
di laut melalui koordinasi dan kerjasama harmonis diantara aparat penegak hukum
di laut tercipta dengan baik.
c.
Konservasi menopang Pilar Kesejahteraan (Prosperity).
Paradigma baru pengelolaan KKP/KKP3K dibawah Menteri
Kelautan dan Perikanan tidak hanya berbicara tentang perlindungan dan
pelestarian, tetapi menekankan pentingnya pemanfaatan kawasan konservasi demi
mendukung kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan yang dapat dilakukan di dalam
KKP meliputi pemanfaatan untuk perikanan tangkap dan budidaya, pemanfataan
wisata, pemanfaatan penelitian dan pengembangan, serta kegiatan ekonomi lainnya
yang menunjang konservasi. Namun demikian pemanfaatan yang dilakukan dalam KKP
ini bersifat terbatas dan harus mengutamakan kepentingan kelestarian
sumberdaya, sehingga harus memperhatikan daya dukung kawasan. Secara prinsip
maupun praktek di lapangan, dampak kawasan konservasi telah jelas dalam peningkatan
hasil tangkapan masyarakat lokal. Hasil pengukuran efektivitas melalui E-KKP3K
dapat menjadi indikator peningkatan ekonomi masyarakat pesisir, bersumber dari
hasil tangkapan ikan di wilayah tangkap nelayan yang merupakan limpahan manfaat
kawasan konservasi perairan. Dampak ini nyata dalam mendorong peningkatan
pendapatan langsung masyarakat dan menggerakkan sektor ekonomi pendukung di
wilayah pesisir. Demikian pula penilaian dampak pengelolaan wisata bahari
terhadap fungsi lingkungan kawasan konservasi perairan diperlukan dalam menjaga
keberlanjutan pengelolaan efektif kawasan konservasi. Manfaat langsung
pariwisata bahari dapat menjadi sumber pendanaan jasa lingkungan bagi
pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan. Peluang ini sangat nyata dan berpotensi
menjadi penggerak ekonomi yang cukup efektif dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat pesisir.
Operasionalisasi pengelolaan efektif KKP melalui
berbagai upaya pemanfaatan yang mendorong penguatan ekonomi masyarakat pesisir
dapat meningkatkan pemahaman cara pandang yang berkontribusi kepada peningkatan
kesadaran masyarakat pesisir yang pada akhirnya dapat memperkokoh ketahanan
nasional. Upaya ini menjadi bagian penting dalam proses integrasi nasional yang
mempersatukan bangsa maritim kepulauan. Secara Demografi, Implementasi
Pengelolaan Kawasan konservasi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas sumberdaya manusia masyarakat pesisir dilihat dari tingkat pendapatan,
pendidikan kesehatan maupun profesionalismenya. Kondisi yang diharapkan adalah:
1. Pengelolaan
kawasan konservasi perairan yang efektif dapat mendorong perekonomian yang
mampu menyerap tenaga kerja di bidang penangkapan ikan, budidaya, pariwisata
bahari;
2. Meningkatnya
kualitas kesehatan masyarakat pesisir melalui terciptanya pemanfaatan
lingkungan yang seimbang dan berwawasan lingkungan;
3. Tersedianya
tenaga professional di bidang budidaya perikanan, penangkapan ikan,
pariwisata bahari maupun pengawasan dan penegakan hokum;
4. Tercapainya
peningkatan ekonomi masyarakat pesisir di bidang perikanan budidaya, perikanan
tangkap dan pariwisata bahari berbasis pengelolaan kawasan konservasi perairan;
5. Meningkatnya pemahaman konservasi di kalangan pengusaha maupun masyarakat yang berdampak pada kesadaran dan partisipasi politik, sehingga tercapai keseimbangan kualitas Sumberdaya manusia.
2.
Pentingnya Konservasi Bagi Kesinambungan Sumberdaya Perikanan
Kawasan konservasi perairan (KKP)
merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menjaga kelestarian keanekaragaman
hayati yang terdapat di dalam kawasan tersebut dari berbagai gangguan.Berbagai
gangguan terhadap KKP yang terjadi semakin meningkat dalam beberapa tahun
belakangan ini, baik gangguan dari alam maupun dari aktivitas kegiatan
manusia.Salah satu langkah yang nyata dalam mengurangi berbagai gangguan
tersebut adalah dengan melakukan penetapan KKP disetiap daerah. KKP ini sendiri
berdasarkan tipe ekosistem terbagi atas 3 yaitu
KKP tawar, KKP payau
dan KKP laut/KKL
(kawasan konservasi laut). Saat
ini pemerintah sedang menggiatkan pembukaan KKL disetiap daerah yang ada di
seluruh Indonesia, dengan target yang ingin dicapai adalah 10 juta ha di tahun
2010 dan target tersebut terlampaui, dimana pada tahun 2009 KKL yang ada di
seluruh Indonesia mencapai 13,5 juta ha. Menurut Mulyana, Y. (2006), beberapa
alasan penting dalam penetapan kawasan konservasi laut adalah sebagai berikut:
1) Perlindungan terhadap
kelangsungan ekosistem pesisir
laut dan pulaupulau kecil
dari berbagai ancaman
baik dari alam maupun kegiatan manusia.
2) Perlindungan
terhadap biota laut yang dilindungi dari ancaman kepunahan.
3) Menjaga kelestarian
sumberdaya laut dari
eksploitasi yang berlebihan.
4) Pemanfaatan aktivitas
kegiatan yang tepat/sesuai
dengan fungsi kawasan
Berdasarkan
bukti-bukti dari penutupan wilayah laut terbatas yang ada, baik di daerah
tropis maupun sub-tropis, KKP dan laut lindung bisa digunakan sebagai alat yang
efektif untuk mengungkapkan kebutuhan konservasi sebagai bagian dari
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Bahkan
pada tingkat global, tampaknya data statistik perikanan harus
diinterpretasi dengan sangat hati-hati: Watson R. & Pauly D. (2001)
mengamati bahwa laporan
statistik yang salah
oleh suatu negara dengan hasil
perikanan besar, digabungkan dengan besar dan tingginya fluktuasi hasil
tangkapan spesies seperti perikanan teri di Peru dapat menyebabkan kecenderungan
laporan yang salah secara global. Kecendrungan seperti itu
mempengaruhi keputusan-keputusan
penanaman modal yang tidak bijaksana oleh perusahaan perikanan dan perbankan,
serta menghambat efektifitas pengelolaan perikanan internasional secara global.
Di seluruh
dunia, luasan daerah
perairan laut dilindungi
sangat kecil. Saat ini seluruh wilayah KKL hanya meliputi kurang dari
setengah persen lautan di dunia, sedikit yang sangat dilindungi dan 71%
tidak ada pengelolaan yang aktif
(Roberts C.M. & J.P. Hawkins 2000). Beberapa dampak adanya KKP
menurut Supyan dan Gamal (2011) adalah sebagai berikut :
1) Wilayah
perlindungan tertutup dapat meningkatkan produksi anakan ikan sehingga dapat
memperbaharui ikan di wilayah penangkapan.
2) Wilayah perlindungan
tertutup memungkinkan pergerakan induk dan ikan muda ke dalam wilayah
penangkapan.
3) Wilayah
perlindungan tertutup menyediakan tempat perlindungan bagi species yang lemah.
4) Wilayah
perlindungan tertutup dapat mencegah kerusakan habitat.
5) Wilayah
perlindungan tertutup dapat mendukung pengembangan komunitas biologi alami yang
berbeda dengan komunitas-komunitas yang terdapat di daerah tangkapan.
6) Wilayah
perlindungan tertutup membantu upaya pemulihan dari gangguan manusia dan alam.
Kawasan
konservasi perairan yang terlindungi dengan baik, secara ekologis akan
mengakibatkan beberapa hal berikut terkait dengan perikanan, yaitu:
a)
Habitat
yang lebih cocok
dan tidak terganggu
untuk pemijahan induk.
b)
Meningkatnya jumlah stok induk.
c)
Ukuran (body size) dari stok induk yang
lebih besar dan
d)
Larva dan recruit hasil reproduksi lebih
banyak.
Terdapat bukti
yang kuat dan
meyakinkan bahwa melindungi daerah dari penangkapan ikan
membuat bertambahnya jumlah, besarnya ukuran, dan biomasa dari jenis
organisme yang dieksploitasi. Wilayah penyimpanan dan
perlindungan laut sering dikatakan hanya berlaku untuk lingkungan terumbu
karang.Kenyataannya, metode ini sudah berhasil diterapkan pada berbagai habitat
di dalam lingkungan dari kondisi tropis maupun sub-tropis.Penyimpanan dan
perlindungan laut adalah suatu alat yang bersifat global.(Roberts C.M. & J. P. Hawkins
2000).Tabel 1 di bawah ini menunjukkan dampak terukur pada bidang perikanan di
wilayah KKP.
Tabel 1. Dampak terukur akibat adanya kawasan konservasi perairan laut
(KKL) di seluruh dunia
Nama Daerah Perlindungan dan Lokasinya |
Jangka Waktu Perlindungan (Tahun) |
Tipe Habitat |
Dampak yang Dilaporkan |
Perlindungan
laut Leigh, New Zealand |
21 |
Iklim
Subtropis Hangat, Karang Berbatu |
Ikan
predator yang sangat umum terdapat di perairan ini yaitu Pagrus auratus
jumlahnya 16 kali lebih banyak ditemukan di daerah perlindungan dibandingkan
dengan di luar kawasan, Spiny Lobster Jassus edwardsii jumlahnya 1,5 kali
lebih berlimpah dan karapasnya berukuran lebih panjang. Dalam waktu 18 tahun,
densitas bintang laut di dalam kawasan menurun dari 4,9 m2 menjadi 1,4 m2 ,
sementara penutupan bintang laut meningkat di luar kawasan dari 14% menjadi
40% (Babcock, 1999) |
Taman
Laut Tacharanus, New Zealand |
14 |
Iklim
Subtropis, karang berbatu |
Ikan
predator utama yang banyak ditemukan di perairan yaitu Pagrus auratus
jumlahnya 9 kali lebih banyak di dalam kawasan perlindungan dibandingkan
dengan di luar kawasan. Spiny Lobster Jassus edwardsii densitasnya lebih
berlimpah sebanyak 3,7 kali dengan ukuran karapas 18 mm lebih panjang
(Babcock, 1999). |
Kepulauan
Mayotte, Samudera Hindia |
3 |
Terumbu
karang |
Jumlah
total penampakkan spesies tidak berbeda antara di dalam kawasan perlindungan
dengan di luar kawasan, meskipun demikian jenis karnivora besar yang umum
ditemukan lebih beragam dan berlimpah di dalam kawasan perlindungan (Babcock,
1999). |
Looe Key,
Florida, USA |
2 |
Terumbu
karang |
Setelah
adanya pelarangan pola perikanan tangkap dengan tombak, 15 jenis ian target
densitasnya meningkat; kakap densitasnya meningkat sebanyak 93% dan grunts
43,9% (Clark et al, 1989). |
Kepulauan
Cousin, Seychelles |
15 |
Terumbu
karang |
Kerapu,
Injil dan kakap lebih berlimpah dan beragam di dalam kawasan perlindungan
dibandingkan dengan di daerah penangkapan (Jennings, 1998) |
Sainte
Ann, Seychelles |
11 |
Terumbu
karang |
Meskipun
pada kenyataannya ada beberapa keluarga yang masih memegang hak penangkapan
dan perburuan masih banyak dimiliki, keragaman target spesies dan total
biomassa ikan lebih tinggi di dalam kawasan perlindungan dibandingkan di
daerah yang banyak dilakukan kegiatan penangkapan. Biomassa pemangsa tidak
meningkat sejalan dengan hilangnya predator karena penangkapan (Jennings et
al, 1995; Jennings et al, 1998). |
Perlindungan
Hewan Liar Kepulauan Merrit, Florida, USA |
28 |
Rawa
subtropis |
Penangkapan
Eksperimen Per Unit Upaya (Jumlah Yang Ditangkap Untuk Setiap Unit Upaya
Tangkap) Sebesar 2,6 Kali Lebih Besar Di Dalam Kawasan Perlindungan Untuk
Semua Kombinasi Permainan Mamancing 2,4 Kali Untuk Ikan Trout Laut Bertotol
(Cynoscion Nebulosus), 6,3 Kali Untuk Ikan Red Drum (Sciaenops Ocellata),
12,8 Kali Untuk Black Drum (Pogonius cromis), 5,3 kali ikan Snoops
(Centropomus undecimalis), dan 2,6 kali untuk ikan Stripe Mullet (Mugil
cephallus). Ikan di kawasan perlindungan berukuran lebih besar, kelimpahannya
lebih besar dan pemancing lebih memilih untuk memancing di daerah perbatasan
kawasan perlindungan (Johnson et al, 1999). |
Taman
Nasional Laut Kisite, Kenya |
5 |
Terumbu
karang |
Kakap,
Injil dan Kerapu lebih berlimbah di dalam Taman Nasional dan tampaknya sampai
tercecer ke daerah penangkapan. Perlindungan tidak berdampak pada keragaman
spesies (Watson et al, 1996) |
Tabel tersebut menunjukkan dampak yang sangat
jelas/terukur dengan adanya KKP/KKL di suatu perairan. Selain bagi perikanan,
kawasan konservasi perairan juga memberikan sumbangan penting di dalam
pengelolaan dan pengembangan wisata alam (eko-wisata), antara lain dalam hal
perlindungan secara lebih baik terhadap habitat dan ikan (jenis tertentu)
membuat wilayah tersebut semakin menarik sebagai tujuan ekowisata. Status
kawasan konservasi perairan dan publikasi yang dihasilkan biasanya juga akan
meningkatkan profil suatu wilayah sebagai tujuan ekowisata. Selanjutnya, melalui
pengelolaan kawasan
konservasi perairan, dampak negatif kegiatan pariwisata dapat
dikendalikan. Di sisi lain, pariwisata sering diharapkan mampu menutup
pembiayaan pengelolaan perikanan dan pemanfaatan lainnya. Nilai penting kawasan
konservasi bagi kepentingan ekonomi, khususnya
dalam pembangunan perikanan,
telah dilakukan berbagaijenis.
Penelitian
di beberapa Negara, antara lain: peningkatan produksi telur di dalam kawasan
konservasi laut hingga 10 kali lipat, Kelimpahan jumlah ikan di dalam kawasan
konservasi laut hingga 2 sampai 9 kali lipat, peningkatan ukuran
rata-rata ikan di
dalam kawasan konservasi
laut antara 33 – 300 %, peningkatan keanekaragaman spesies di dalam kawasan
konservasi laut antara 30 – 50 %, dan peningkatan hasil tangkapan ikan di luar
cagar alam antara 40 – 90 % (Sumarja, 2002). Secara tidak langsung, kawasan
konservasi perairan dapat memberikan sumbangan yang cukup besar bagi
perekonomian setempat dengan cara membuat
wilayah tersebut menarik
sebagai tujuan ekowisata.
Misalnya, di Wakatobi National Park, Operation Wallacea menawarkan kombinasi
riset dan wisata bawah air, yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian
masyarakat di pulau Hoga. Di Raja Ampat, setiap turis yang akan melakukan
wisata selam diwajibkan membayar kepada pemerintah daerah dan pendapatan ekstra
ini mendorong pemerintah daerah untuk membentuk jaringan Wilayah Perlindungan
Laut yang dapat menjaga kelestarian terumbu karang di Raja Ampat. Banyak
pemerintah daerah lainnya di Indonesia yang berpandangan bahwa pembentukan
Wilayah Perlindungan Laut sebagai langkah awal pengembangan ekowisata.
3. Kondisi Konservasi Sumberdaya Perikanan
1. Konservasi Sumberdaya Perikanan Era Tahun 1970
Secara formal konservasi sumber daya ikan di
Indonesia diawali pada tahun 1960 dan 1970 yaitu ditandai dengan mulai
berkiprahnya Indonesia di tingkat Internasional. Pada era ini, konservasi di
Indonesia bercermin pada mainstream konservasi global saat itu, yakni melakukan
upaya-upaya perlindungan terhadap jenis-jenis hewan dan tumbuhan langka
termasuk jenis-jenis ikan.Namun sebelum era ini, upaya-upaya pengembangan
konservasi kawasan juga telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda
(1640-1942), walaupun fokus pengembangannya masih pada kawasan konservasi
hutan.Kemudian setelah kemerdekaan di masa pemerintahan orde baru (1968-1998),
berkembang pula kawasan- kawasan konservasi, termasuk untuk wilayah perairan.
2. Konservasi Sumberdaya Perikanan Era Tahun 1980
Perkembangan
kawasan konservasi di era tahun 1980 dimulai sedikit lebih maju dari pada era
sebelumnya, dimana pengembangan konservasi di Indonesia tidak hanya pada
konservasi jenis dan kawasan saja, tetapi mulai masuk dala isu keanekaragaman
hayati. Hal ini sangat diperngaruhi juga oleh mainstream konservasi global
dengan hadirnya Convention of Biological Diversity (CBD) yang memandatkan
negaranegara anggotanya untuk melestarikan keanekaragaman jayati. Namun sayang
isu biodiversity ini masih mementingkan kepentingan perlindungan aspek biologi
dan lingkungannya saja, sedangkan masyarakat masih dianggap tidak merupakan
satu kesatuan dengan lingkungan yang dilestarikan.
3. Konservasi Sumber Daya Ikan Era Tahun 1990
Pada era ini, perkembangan konservasi sumber
daya ikan di Indonesia mulai berubah seiring perubahan mainstream konservasi
global, yaitu masyarakat menuntut agar tidak ada pembatasan akses terhaap
kawasan-kawasan konservasi yang ditetapkan. Pihak-pihak civil society mulai
mengembangkan konsep-konsep pengembangan konservasi yang juga mulai
memperhatikan akses masyarakat terhadap sumber daya alam baik yang berada di
luar kawasan maupun di dalam kawasan konservasi.Pengakuan hak-hak masyarakat
menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan konservasi di
Indonesia.Kemudia di tingkat global pun mulai banyak diperkenalkan metode
pengelolaan sumber daya alam yang berbasis mayarakat.
Pada
era ini kawasan konservasi laut (KKL) di Indonesia mulai dikembangkan dengan
nyata, walaupun tidak sebanyak kawasan konservasi hutan. Namun, sayangnya
pendekatan pengelolaan KKL yang ada, baik itu taman nasional ataupun suaka alam
yang saat itu dikembangkan oleh Departemen Kehutanan, masih dilakukan dengan
pendekatan yang bias dan darat dan juga sangat sentralistik. Sehingga muncul
berbagai gejolak yang menuntut peran Pemerintah Daerah semakin diperbesar. Pada
era tahun 1990 ini kemudian dikeluarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah yang memberikan sebagian kewenangan pengelolaan konservasi
kepada Pemerintah Daerah.
Kemudian
di akhir era ini (1990) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) terbentuk yang
pada saat itu bernama Departemen Eksplorasi Laut. DKP saat itu mulai melakukan
pembenahan-pembenahan termasuk didalamnya melakukan pengembangan konsep
konservasi laut yang memperhitungkan semua kepentingan yang ada, mulai dari
mengembangkan kawasan konservasi yang melibatkan masyarakat, sampai pada konsep
pengelolaan kawasan konservasi oleh Pemerintah Daerah. Walaupun berdirinya DKP
belum lama, namun DKP berupaya untuk menjawab semua tantangan konservasi yang
ada pada masa tersebut.
4. Konservasi
Sumber Daya Ikan
Era Tahun 2000
sampai sekarang
Pada
era ini, mulai terjadi perubahan paradigma pembangunan, sejalan dengan
disyahkannya Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang
merupakan perubahan atas Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, telah memperjelas pembagian wewenang ke Pemerintah Daerah yang
didalamnya termasuk urusan konservasi. Kemudian DKP mulai memperlihatkan kepada
masyarakat Indonesia bahwa pengelolaan kawasan konservasi merupakan hal yang
mungkin dilakukan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat, sehingga paradigma
sentralistik mulai berkembang dalam pengelolaan KKP. DKP juga mulai mengejar
ketinggalan dari sektor kehutanan dalam mengembangkan KKL.
Pada
era ini, Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, mendeklarasikan untuk
menghasilkan KKL seluas 10 juta Ha pada tahun 2010, yang saat itu dirasakan
adalah janji yang sangat ambisius. Namun perkembangannya sangat signifikan,
sehingga pada bulan Maret tahun 2006 di Brazil, Bapak Presiden RI Susilo
Bambang Yudhoyono melalui perwakilannya kembali mempertegas komitmen Indonesia
dengan mendeklasrasikan di depan sidang COP CBD bahwa Indonesia mentargetkan
kawasan konservasi laut seluas minimal 10 juta Ha pada tahun 2010 dan 20 juta
Ha pada tahun 2020. Deklarasi ini memacu DKP untuk lebih serius dalam menangani
KKL di Indonesia.
Pada
tingkat global juga mulai menekankan bahwa pengembangan KKL tidak hanya
mentargetkan luasnya kawasan, namun juga harus melakukan pengelolaan efektif,
yang dapat memberikan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, DKP juga harus
tetap memperhatikan keinginan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan KKL Dareah
(KKLD). Kemudian pada era ini pula, dengan disyahkannya UU No. 31/2004 yang
saat ini menjadi UU No. 45/2009 tentang perikanan. Pada era ini juga disyahkan
pula UU No. 27/2007 yang didalamnya mengatur pula tentang konservasi di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
Perkembangan
kawasan konservasi perairan laut di Indonesia, saat ini telah mencapai 13,95
Juta Hektar, luasan kawasan ini melebihi target yang telah ditetapkan yakni 10
juta hektar tahun 2010. Angka tersebut meningkat sekitar 400 ribu Ha
dibandingkan dengan luas kawasan konservasi pada tahun 2009 yang hanya mencapai
13,5 juta Ha (Tabel 2).
Tabel 2. Luas Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2010
NO |
KAWASAN
KONSERVASI |
JUMLAH
KAWASAN |
LUAS
(HA) |
A |
Inisiasi
Dephut |
32 |
4,694,947.55 |
Taman
Nasional Laut |
7 |
4,043,541.30 |
|
Taman
Wisata Alam Laut |
14 |
491,248.00 |
|
Suaka
Margasatwa Laut |
5 |
5,678.25 |
|
Cagar
Alam Laut |
6 |
154,480.00 |
|
B |
Inisiasi
DKP dan Pemda |
50 |
9,256,413.11 |
Taman
Nasional Perairan |
1 |
3,521,130.01 |
|
Suaka
Alam Perairan |
3 |
445,630.00 |
|
Taman
Wisata Perairan |
5 |
278,354.00 |
|
Kawasan Konservasi Perairan Daerah |
41 |
5,011,299.10 |
|
Jumlah
Total |
82 |
13,951,360.66 |
Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan (2010)
Selain perkembangan kawasan
konservasi yang melampaui target, pada tahun 2010 juga telah dikeluarkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor per.30/men/2010
tentang rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan. Dimana,
dalam peraturan tersebut dijelaskan mengenai rencana pengelolaan kawasan
konservasi perairan, zonasi kawasan konservasi perairan dan tata cara
penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan.
4. Isu dan Masalah Konservasi di Indonesia
1. Lemahnya kapasitas sumberdaya
manusia, kelembagaan dan pendanaan
Dalam pengelolaan konservasi sumberdaya ikan
(KSDI) pada era desentralisasi saat ini, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan
yang lebih besar untuk mengelola SDI di wilayahnya.Kewenangan tersebut meliputi
hak dalam memanfaatkan, konservasi dan pengelolaan SDI, kewenangan pengaturan
administrasi, pengaturan tata ruang dan zonasi dan kewenangan menegakkan hukum.Namun
dalam kenyataannya, kapasitas kelembagaan dan SDM di daerah yang ada belum
memadai, baik secara kualitas maupun secara kuantitas.Hal ini menjadi
permasalahan di tingkat pusat, sehingga dalam upaya membangun, mengelola dan
mengembangkan KSDI, maka kapasitas kelembagaan dan SDM merupakan unsur yang
penting dan menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan.
Pendanaan untuk
pengembangan KSDI tidak
cukup didapatkan dari dana APBN,
namun dibutuhkan upaya-upaya
untuk mendapatkan model-model
pendanaan yang berkelanjutan bagi kawasan-kawasan konservasi.
2. Wilayah Repulik Indonesia yang sangat luas
dan kaya SDI
Wilayah Republik
Indonesia sangat luas
dan kaya akan sumberdaya alam, sehingga diperlukan
upaya-upaya monitoring lapangan dan sosialisasi ke masyarakat. Kendala yang
biasanya dihadapi adalah luasnya wilayah, sehingga menyulitkan untuk menjangkau
wilayah-wilayah tersebut.Untuk itu, diperlukan pengembangan teknologi informasi
yang efektif yang selanjutnya dapat mendorong pengembangan KSDI secara optimal.
3. Perubahan iklim dan pemanasan
global
Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan ekosistem perairan terutama
ekosistem laut memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan panas
bumi.Fungsi ekologis yang diperankan laut juga signifikan untuk strategi
mitigasi dan adaptasi untuk perubahan iklim yang sedang terjadi saat ini.
Demikian pula beberapa penelitian menunjukkan bahwa laut
dapat memberikan sumbangan
yang signifikan dalam menyerap CO2 yang terlepas di alam. Terumbu karang yang
berasosiasi dengan biota lainnya juga padang lamun yang ada di pesisir dapat
menyerap karbon (CO2) yang kemudian diurai menjadi energi yang positif bagi
alam ini. dari uraian tersebut, maka fungsi dari kawasan konservasi laut tidak
hanya memberikan manfaat langsung bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya,
tetapi juga berperan langsung dalam menjaga keseimbangan suhu bumi.
4. Peningkatan perdagangan
ikan-ikan langka
Peningkatan perdagangan ikan semakin meningkat
seiring globalisasi.Tidak hanya ikan-ikan konsumsi, namum jenis ikan yang
tergolong terancam punah, langka, endemik dan populasinya sedikit juga
diperdagangkan.Ikan-ikan tersebut memiliki nilai konservasi sangat tinggi,
bahkan cukup banyak jenis-jenis ikan yang dilarang diperdagangkan namun secara
illegal terus diperdagangkan. Hal tersebut apabila tidak dikendalikan tentu
akan menyebabkan musnahnya
suatu jenis ikan tertentu yang selanjutnya akan
memberikan dampak ketidakseimbangan ekosistem yang mengganggu pengelolaan
perikanan.
KRITERIA, ZONASI DAN PEMANFAATAN
KAWASAN
KONSERVASI PERAIRAN
1. Kriteria Kawasan Konservasi Perairan
Zonasi kawasan konservasi perairan dilakukan
sebagai upaya penataan kawasan berdasarkan fungsi dengan mempertimbangkan
potensi sumber daya, daya dukung, dan proses-proses ekologis yang terjadi pada
kawasan tersebut. Terdapat empat zonasi dalam kawasan konservasi perairan,
yaitu : zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona
pemanfaatan, dan zona lainnya. Dalam zonasi tersebut zona inti
memiliki luasan paling sedikit 2 % dari luas kawasan. Setiap zona yang telah
ditetapkan memiliki kriteria sesuai dengan karakter fisik, bio-ekologis,
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya kawasan. Zonasi juga bermanfaat dalam
mempermudah pengawasan kawasan konservasi. Kriteria masing-masing zona pada
kawasan konservasi perairan adalah :
1. Kriteria Zona
Inti adalah :
·
Merupakan
daerah pemijahan, pengasuhan dan/atau alur ruaya ikan;
·
Merupakan
habitat biota perairan tertentu yang prioritas dan khas/endemik, langka
dan/atau karismatik;
·
Mempunyai
keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya;
·
Memiliki
ciri khas ekosistem alami, dan mewakili keberadaan biota tertentu yang masih
asli;
·
Mempunyai
kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak mau atau belum diganggu
manusia;
·
Mempunyai
luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis ikan tertentu
untuk menunjang pengelolaan perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya
proses bio-ekologis secara alami ; dan
·
Mempunyai
ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi kawasan konservasi perairan.
Zona Inti diperuntukkan bagi: perlindungan mutlak habitat dan populasi
ikan, penelitian, dan pendidikan.
![]() |
1.
Kriteria Zona Perikanan Berkelanjutan adalah
:
·
Memiliki
nilai konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan pemanfaatan budidaya ramah
lingkungan dan penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;
·
Mempunyai
karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan ramah
lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan;
·
Mempunyai
keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya;
·
Mempunyai
kondisi perairan yang relatif masih baik untuk mendukung kegiatan multifungsi
dengan tidak merusak ekosistem aslinya;
·
Mempunyai
luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan budidaya ramah lingkungan,
perikanan tangkap berkelanjutan, dan kegiatan sosial ekonomi dan budaya
masyarakat; dan
·
Mempunyai
karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan bernilai ekonomi.
Zona Perikanan Berkelanjutan diperuntukkan bagi: perlindungan habitat
dan populasi ikan, penangkapan ikan dengan alat tangkap dan cara yang ramah
lingkungan, budidaya ramah lingkungan, dn pariwisata dan rekreasi, penelitian
dan pengembangan, dan pendidikan.
3. Kriteria Zona Pemanfaatan adalah
:
·
Mempunyai
d: aya tarik pariwisata alam berupa perairan beserta ekosistem perairan yang
indah dan unik;
·
Mempunyai
luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk
dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi;
·
Mempunai
karakter objek penelitian dan pendidikan yang mendukung kepentingan konservasi;
dan
·
Mempunyai
kondisi erairan yang relatif masih baik untuk berbagai kegiatan pemanfaatan
dengan tidak merusak ekosistem aslinya.
Zona Pemanfaatan diperuntukkan bagi : perlindungan dan pelestarian
habitat dan populasi ikan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan
pengembangan, dan pendidikan.
4. Kriteria Zona
Lainnya adalah :
·
Zona di
luar ke tiga zona lainya, yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai
zona tertentu.
2. Zonasi Kawasan Konservasi Perairan
Terkait
dengan zonasi, suatu kawasan konservasi bisa dibedakan dalam dua tipe, ialah:
kawasan tanpa pemanfaatan dan kawasan dimana sebagian wilayah di dalamnya bisa
dimanfaatkan secara terbatas. Pada kasus yang pertama, kawasan konservasi
dikatakan hanya mempunyai satu zona, sedangkan kawasan kedua paling tidak ada
dua wilayah yang berbeda, zona dimana segala bentuk pemanfaatan dilarang dan
sebagian lagi dimana pemanfaatan terbatas masih memungkinkan untuk dilakukan.
Zona bisa didefinisikan sebagai suatu wilayah fungsional tertentu dengan batas
wilayah yang jelas dan mempunyai tujuan tertentu yang diimplementasikan melalui
aturan atau ketentuan tertentu. Sebagai contoh, wilayah larang-ambil yang sudah
kita diskusikan pada bab sebelumnya, ialah suatu wilayah yang mempunyai tujuan
fungsional untuk merpebaiki habitat dan stok ikan, dengan aturan pelarangan
untuk melakukan kegiatan pengambilan (ekstraktif). Zonasi bisa didefinisikan
sebagai usaha (termasuk teknik rekayasa) untuk membagi suatu wilayah pada
kawasan konservasi menjadi beberapa zona fungsional yang berbeda. Pembentukan
kawasan konservasi (perairan) pada dasarnya bertujuan (utama) untuk melindungi
spesies/habitat keanekaragaman hayati dan mempertahankan pemanfaatan sumber
daya secara berkelanjutan. Beberapa tujuan ikutan lainnya yang muncul setelah
tujuan utama ialah: penelitian ilmiah, pendidikan, pariwisata dan rekreas.
Zonasi dalam kawasan konservasi perairan terdiri
dari:
a. Zona Inti;
b. Zona Perikanan Berkelanjutan;
c. Zona Pemanfaatan; dan/atau
d. Zona Lainnya.
Kawasan
konservasi dibedakan dari kawasan lain di luarnya karena adanya aturan
pemanfaatan yang lebih ketat di dalam kawasan. Jenis aktifitas yang diatur bisa
dibedakan menjadi 4 (empat) kategori, ialah: (1) penelitian non-ekstraktif, (2)
penelitian ekstraktif, (3) kunjungan nonekstraktif, dan (4) kunjungan
ekstraktif. Penelitian non-ekstraktif bisa dikatakan sebagai semua aktifitas
penelitian observatif dan pengukuran lainnya yang tidak menyebabkan kerusakan
spesies atau habitat pada kawasan. Penelitian ekstraktif, sebaliknya, bisa
mengambil atau membawa keluar objek penelitian dalam jumlah atau kisaran yang
tidak menyebabkan perubahan nyata pada kawasan. Kunjungan non-ekstraktif biasa
dilakukan melalui kegiatan eko-wisata atau pendidikan. Pada kegiatan ini,
jumlah kunjungan ke dalam kawasan relatif lebih besar dibandingkan dengan pada
penelitian non-ekstraktif maupun ekstraktif. Kunjungan ekstraktif ialah
aktifitas dengan tujuan untuk mengambil (terutama sumber daya) dari dalam
kawasan – menangkap ikan di dalam kawasan ialah termasuk salah satu kegiatan
ekstraktif yang paling umum pada Kawasan Konservasi Perairan.
3. Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan
Salah satu strategi yang dipilih untuk dapat
melakukan upaya konservasi sumber daya ikan, yaitu konservasi ekosistem, adalah
dengan upaya mencadangkan, menetapkan dan selanjutnya mengelola kawasan-kawasan
konservasi perairan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (8) Peraturan Pemerintah No.60
tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, Kawasan Konservasi Perairan adalah
kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem untuk mewujudkan
pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Berdasarkan peraturan-perundangan yang berlaku
(PP No.60 tahun 2007 Pasal 17 ayat 4 dan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No.17 tahun 2008 Pasal 32), kawasan konservasi perairan dapat
didistribusikan peruntukan (pemanfaatan) ruangnya ke dalam 4 (empat) zona,
meliputi:
a. Zona
Inti, merupakan area yang memiliki fungsi lindung serta wajib dimiliki oleh
setiap kawasan konservasi; Pada area ini tidak diperkenankan adanya kegiatan
pemanfaatan secara langsung/membawa keluar setiap sumber daya hayati dan
lingkungannya yang ada kecuali kegiatan penelitian dan pengembangan serta
pendidikan untuk kepentingan konservasi.
b. Zona
Perikanan Berkelanjutan, merupakan area yang memiliki fungsi budidaya
(pemanfaatan) untuk kegiatan perikanan; Pada area ini diperkenankan adanya
kegiatan perikanan tangkap yang mengutamakan perlindungan kondisi habitat
sumber daya ikan dan siklus pengembangbiakan jenis ikan atau berdasarkan pada
adat istiadat yang mengedepankan kearifan lokal. Pada area ini juga
diperkenankan pembudidayaan ikan yang mempertimbangkan daya dukung dan kondisi
lingkungan sumber daya ikan terhadap pemilihan jenis ikan yang dibudidayakan,
manajemen pakan, teknologi dan skala usaha.
c. Zona Pemanfaatan, merupakan area yang memiliki
fungsi budidaya (pemanfaatan) diluar kegiatan perikanan mencakup kegiatan
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pariwisata bahari yang mengutamakan
perlindungan kondisi habitat sumber daya ikan dan siklus pengembangbiakan jenis
ikan.
d. Zona Lainnya, merupakan area yang memiliki
fungsi budidaya (pemanfaatan) terbatas sesuai dengan potensi yang ada dan
diluar kegiatan-kegiatan yang telah dinyatakan sebelumnya yang mengutamakan
perlindungan kondisi habitat sumber daya ikan dan siklus pengembangbiakan jenis
ikan.
STRATEGI
KONSERVASI SUMBERDAYA PERAIRAN
1. Strategi Konservasi Sumberdaya
Pada Perairan Darat
Strategi dan
Rencana Aksi Konservasi Sumberdaya Ikan dan Lingkungannya di Perairan Daratan
disusun sebagai acuan dalam kegiatan upaya pemanfaatan berkelanjutan ekosistem
perairan daratan oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional,
maupun internasional. Dengan mengakomodir isu-isu penting perairan daratan yang
mempunyai dampak global, diharapkan akan dapat memberikan ruang gerak yang luas
bagi para pemangku kepentingan pengelola perairan daratan di daerah dalam
melakukan upaya pemanfaatan berkelanjutan sesuai kekhasan ekosistem perairan
daratan di daerahnya dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional maupun
internasional.
2. Strategi Konservasi Sumberdaya Pada
Perairan Laut
Strategi
pengembangan kawasan konservasi perairan yang dilakukan oleh Departemen
Kelautan dan Perikanan, melalui direktorat konservasi dan taman nasional laut
antara lain :
Ø
Perluasan kawasan konservasi laut,
dengan target 10 (sepuluh) juta hektar pada tahun 2010 dan 20 (dua puluh) juta
hektar pada tahun 2010;
Ø
Replikasi kawasan;
Ø
Kawasan Representasi;
Ø
Melakukan pendekatan ilmiah, termasuk :
eco-regional, resilient, and resistant principles;
Ø
Memantapkan jaringan Global dan
kerjasama dalam pengelolaan KKP;
Ø
Implementasi kolaborasi pengelolaan
dalam kerjasama antar pemerintah, masyarakat dan organisasi non pemerintah
(LSM);
Ø
Penguatan pengelolaan KKP melalui
program “Capacity Building”;
Ø
Pengembangan mekanisme pendanaan, serta
berbagai kegiatan pembinaan dan pemgembangan masyarakat dalam pengelolaan
kawasan konservasi secara berkelanjutan.
![]() |
BAB V
PENGELOLAAN
KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
1. Dukungan Perundangan
Konservasi saat ini telah menjadi tuntutan dan
kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi
masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumber daya yang ada bagi
masa depan. Penetapan kawasan konservasi perairan merupakan salah satu upaya
untuk melakukan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan pengembangan kawasan konservasi
perairan seluas 30 juta Ha pada tahun 2030. Kawasan konservasi perairan juga
merupakan mandat dari Undang-Undang No. 31 tahun 2004 Juncto Undang-Undang No.
45 tahun 2009 tentang Perikanan dan Undang-Undang No. 27 tahun 2007 sebagaimana
telah diubah menjadi UU No. 01 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Jenis kawasan konservasi perairan pesisir dan
pulau-pulau kecil (KKP3K) dan kategori berdasarkan maksud dan tujuan dari
pembentukan kawasan konservasi yang disesuaikan dengan kondisi sumberdaya ikan,
kondisi sosial dan budaya dari kawasan tersebut. Beberapa dasar hukum yang
perlu diperhatikan dalam pembentukan kawasan konservasi perairan adalah sebagai
berikut ;
- Undang-undang
No. 45 tahun 2009 Tentang perubahan atas undang-udang No. 31 tahun 2009
tentang perikanan
- Undang-undang
No. 1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
- Undang-Undang
No. 32 tahun 2014 Tentang Kelautan
- Peraturan
Pemerintah No. 60 tahun 2007 Tentang Konservasi Sumberdaya Ikan
- Peraturan
Pemerintah No. 32 tahun 2019 Tentang Rencana Tata Ruang Laut
- Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No 17 Tahun 2008 Tentang Kawasan Konservasi
dan Pulau-Pulau kecil
- Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 Tahun 2009 Tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Perairan
- Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No 30 Tahun 2010 Tentang Rencana
Pengelolaan Dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan
![]() |
2. Perlindungan Jenis Ikan dan Genetik Ikan
Konservasi
jenis ikan adalah suatu upaya melindungi, melestarikan dan memanfaatkan SDI,
untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan jenis bagi generasi
sekarang maupun yang akan datang. Tujuan dilakukannya konservasi jenis ikan:
a. Melindungi
jenis ikan yang terancam punah;
b.
Mempertahankan keanekaragaman jenis ikan;
c. Memelihara keseimbangan
dan kemantapan ekosistem; dan
d. Memanfaatkan
sumber daya ikan secara berkelanjutan.
Konservasi jenis
ikan dilakukan melalui:
a. Penggolongan
jenis ikan;
b. Penetapan
status perlindungan jenis ikan;
c. Pemeliharaan;
d.
Penegembangbiakan;dan
e. Penelitian
dan pengembangan.
Penggolongan Jenis Ikan terdiri atas : • Jenis Ikan yang dilindungi, •
Jenis Ikan yang tidak dilindungi. Kriteria Status Jenis Ikan dilindungi:
• Terancam punah
• Langka
• Daerah
penyebaran terbatas (endemik)
• Adanya
penurunan jumlah populasi yang tajam
• Tingkat
kemampuan reproduksi rendah
Tipe
perlindungan jenis ikan yaitu perlindungan penuh dan perlindungan terbatas.
Konservasi
genetik ikan merupakan upaya melindungi, melestarikan dan memanfaatkan SDI, untuk
menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan sumber daya genetik ikan
bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.
Kegiatan yang
dilakukan:
• Pemeliharaan
•
Pengembangbiakan
• Penelitian
• Pelestarian
Gamet
Pemanfaatan
jenis ikan dan genetik ikan dilakukan dengan kriteria:
1.
Jenis ikan yang
dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi,
2.
Pengambilan dari
alam,
3.
Memiliki izin
pengambilan,
4.
Pengambilan ikan
untuk pengembangbiakan dan aquaria sebagai titipan Negara,
5.
Wajib membayar
pungutan perikanan.
Pemanfaatan
jenis ikan dan genetik ikan untuk penelitian dan pengembangan dapat dilakukan
dengan persyaratan:
1.
Terhadap jenis
ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi,
2.
Orang
perseorangan, perguruan tinggi, lembaga swadaya dan lembaga penelitian dan
pengembangan,
3.
Wajib mendapat
izin dari Menteri,
4.
Izin orang asing
melakukan penelitian dan pengembangan mengikuti ketentuan perundang-undangan.
Pemanfaatan
jenis ikan dan genetik ikan untuk perdagangan dapat dilakukan terhadap :
1.
Jenis ikan yang
dilindungi hasil pengembangbiakan (generasi II (F2) dan seterusnya, generasi I
(F1) yang ditetapkan oleh Menteri),
2.
Jenis ikan yang
tidak dilindungi,
3.
Jenis ikan yang
dapat diperdagangkan berdasarkan ketentuan hukum internasional.
Pemanfaatan
jenis ikan dan genetik ikan untuk perdagangan dapat dilakukan :
1.
Untuk jenis ikan
yang tidak dilindungi berlaku kuota,
2.
Orang
perseorangan, dan/atau korporasi,
3.
Wajib mendapat
izin dari Menteri,
4.
Untuk eksport,
import, dan re-eksport yang dilengkapi surat-surat administarsi,
5.
Wajib dikenakan
tindakan karantina.
3. Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
Konservasi adalah berbagai usaha untuk
melestarikan dan memperbaharui sumber-sumber alam agar dapat memberikan manfaat
ekonomi dan sosial kepada masyarakat dalam jangka panjang. Salah satu alat
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang efektif adalah dengan
mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP), yaitu mengalokasikan sebagian
wilayah pesisir dan laut sebagai tempat perlindungan bagi ikan-ikan ekonomis
penting untuk memijah dan berkembang biak dengan baik. Dengan mengalokasikan
sebagian wilayah pesisir dan laut yang memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi, ekosistem terumbu karang yang sehat, dan menyediakan tempat perlindungan
bagi sumberdaya ikan, maka pada akhirnya akan mendukung kegiatan perikanan dan
pariwisata berkelanjutan. Kawasan Konservasi Perairan adalah perairan pasang
surut, dan wilayah sekitarnya, termasuk flora dan fauna di dalamnya, dan
penampakan sejarah serta budaya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain
yang efektif, untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan di sekitarnya.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 dijelaskan bahwa
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi,
dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan
dan lingkungannya secara berkelanjutan. KKP terdiri atas Taman Nasional
Perairan, Taman Wisata Perairan, Suaka Alam Perairan, dan Suaka Perikanan.
4. Pengembangan Jejaring Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan
Jejaring
kawasan konservasi perairan
dibentuk berdasarkan keterkaitan ekologi, sosial budaya, ekonomi dan
tata-kelola. Keterkaitan ekologi terfokus pada hubungan alami antar suatu
ekosistem di dalam suatu kawasan
konservasi perairan dengan beberapa kawasan konservasi perairan
lainnya; keterkaitan sosialbudaya terjadi karena adanya komunikasi dan hubungan
yang terjalin antar pemangku kepentingan dan masyarakat; sedangkan keterkaitan
ekonomi biasanya didasarkan pada pemanfaatan bersama suatu sumberdaya. Dasar
tata-kelola dalam pembentukan jejaring kawasan konservasi perairan lebih ditujukan pada
kesamaan kepentingan, pengaturan administrasi yang efektif, dan pelaksanaan
pengelolaan yang lebih efisien. Alasan-alasan tersebut
menjadi dasar pengembangan tiga jenis jejaring kawasan konservasi perairan, yaitu (1) ekologi;
(2) sosial-ekonomi; dan (3) tata-kelola. Meskipun demikian, sebuah jejaring kawasan konservasi perairan
tidak selalu dapat dikategorikan menjadi salah satu dari jenis jejaring
tersebut; dalam banyak kasus tiga jenis jejaring tersebut berbaur menjadi satu.
Jejaring kawasan konservasi perairan
membantu menjamin kelestarian populasi organisme jangka panjang secara lebih
baik. Selain itu jejaring kawasan
konservasi perairan juga dapat memberikan nilai tambah
lebih dibandingkan beberapa kawasan
konservasi perairan yang berdiri sendiri karena: (1)
jejaring melindungi sumberdaya, ekosistem dan habitat secara terpadu; dan (2)
jejaring mendorong pembagian kapasitas dan pengelolaan yang merata.
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. 2013. Strategi Pengembangan Jejaring Kawasan
Konservasi Perikanan.
http://adzriair.blogspot.com/2013/01/kegunaan-keanekaragaman-hayati-pesisir.html
Mulyana.
Y, Agus Dermawan. 2008. Konservasi Kawasan Perairan Indonesia Bagi Masa Depan
Dunia. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal
Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Cetakan I. Jakarta.
Mulyana,
Y. 2006. Draf Stratergi Utama Jejaring Konservasi Laut. Departeman Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
Msiska
O.V., Jiddawi N. & Sumaila U.R. 2001. The potential role of marine reserves
in selected countries in East and Southern Africa. In: Sumaila U.R., Alder J.
(eds). Economics of Marine Protected Areas. Papers, Discussions and Issues: A
Conference held at the UBC Fisheries Centre July 2000. Published by The Fisheries
Centre, University of British Columbia, Vancouver, Canada. p. 121-130).
Peraturan
Menteri Nomor 30 tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan.
Roberts, C. M. and J. P. Hawkins. 2000.
Fully-protected marine reserves: A guide. WWF Endangered Seas Campaign,
Washington D.C., and Environment Department, University of York, York, UK.
Watson
R. & Pauly D. 2001. Systematic distortions in world fisheries catch trends.
Nature 414, p. 536-
![]() |
|||
![]() |
Comments
Post a Comment